Rabu, 28 Mei 2014

 04.13         No comments


 
Dinamakan khat Tsuluts karena ditulis dengan kalam yang ujung pelatuknya dipotong dengan ukuran sepertiga (tsuluts) goresan kalam. Ada pula yang menamakannya khat Arab karena gaya ini merupakan sumber pokok aneka ragam kaligrafi Arab yang banyak jumlahnya setekah khat Kufi.

Untuk menulis dengan khat Tsuluts, pelatuk kalam dipotong dengan kemiringan kira-kira setengah lebar pelatuk. Ukuran ini sesuai untuk khat Tsuluts Adi dan Tsuluts Jali. Khta Tsuluts yang banyak digunakan untuk dekorasi dinding dan berbagai media karena kelenturannya, dianggap paling sulit dibandingkan gaya-gaya lain, baik dari segi kaedah ataupun proses penyusunannya yang menuntut harmoni dan seimbang. Dalam rentang perjalanannya, khat Tsuluts berkembang menjadi beberapa gaya, antara lain : 

1.      Khat Tumar
Khat yang diciptakan oleh Qutbah al-Muharrir yang tumbuh dan berkembang di masa Bani Umayyah ini biasa ditulis dalam ukuran besar dengan aturan-aturannya yang simple. Khat ini sangat cocok untuk dekorasi dinding atau media-media berukuran besar. Para khattat Turki menamakannya Jali Tsuluts atau Tsuluts Besar. Tumar atau Tamur jamaknya Tawamir bermakna sahifah (lembaran atau manuskrip). Khat Tumar artinya khat yang ditulis di lembaran atau manuskrip. 

2.      Khat Muhaqqaq
Penciptanya adalah Ibnu Bawab (w.413 H). Ibnu Bawab adalah kaligrafer masyhur setelah Ibnu Muqlah. Khat ini hampir mirip dengan khat Tsuluts karena perbedaan keduanya sangat samar dan hanya dapat diketahui oleh ahli khat yang cermat. Pada perkembangannya, khat ini semakin redup dan jarang sekali digunakan sehingga posisinya digeser oleh khat Tsuluts.

3.      Khat Raihani
Pencipta khat ini adalah Ibnu Bawab juga, namun berhubungan erat dengan Ali ibn al-Ubaydah al-Rayhan (w. 834 M) sehingga namanya diambil untuk nama khat ini. Pendapat lain menjelaskan Rayhani dengan kata Rayhan yang berarti harum semerbak karena keindahan dan popularitasnya.

4.       Khat Tawqi’
Tawqi’ artinya tanda tangan, karena para khalifah dan perdana menteri senantiasa menggunakan Tawqi’ untuk menandatangani perbagai naskah mereka. Diciptakan oleh Yusuf al-Syajari (w.210/825M). Lalu berkembang di tangan Ahmad ibn Muhammad yang dikenal dengan Ibnu Khazin (w.1124 M) sebagai murid generasi kedua Ibnu Bawab. Yang membedakan Tsuluts dengan Tawqi’ adalah ukuran Tawqi’ yang selalu ditulis sangat kecil. Bentuk yang menyerupai Tawqi’ adalah Tugra’ atau Turrah yang pada awalnya berfungsi sebagai cap dan lambang sultan-sultan Usmani dengan ukuran bervariasi.

5.      Khat Riqa’ atau Ruqa’
Riqa’ jamaknya Ruq’ah artinya lembaran daun kecil halus yang digunakan untuk menulis khat tersebut. Gaya ini diciptakan oleh Al-Ahwal al-Muharrir yang diolahnya dari Khafif Tsuluts. Sebagian sejarawan menamakan gaya ini dengan khat Tawqi’, namun yang lebih benar adalah bahwa Riqa’ pun diolah pula dari Tawqi’. Ukuran Riqa’ lebih kecil dari Tawqi’ dan digunakan khusus untuk menyalin teks-teks kecil dan penyajian kisah.

6.      Khat Tsulusain
Diciptakan oleh saudara Yusuf al-Syajari bernama Ibrahim al-Syajari (w.200an H) di zaman Bani Abbas. Ibrahim membuat kaedah Tsulusain dari khat yang sudah ada semenjak dahulu yaitu khat Jalil. Tsulusain berarti dua pertiga karena ditulis dengan kalam yang ujung pelatuknya dipotong seukuran dua pertiga lebar goresan kalam, sedikit lebih kecil dari khat Tumar yang ditulis sangat besar.

7.      Khat Musalsal
Diciptakan oleh Al-Ahwal al-Muharrir dari keluarga Barmak di zaman Bani Abbas. Sebagian huruf-huruf khat ini saling berhubungan, oleh karena itu beberapa sejarawan modern menamakannya khat Mutarabit yang berarti saling ikat atau berikatan.

8.      Khat Tsuluts ‘Adi
Pencipta khat ini adalah Ibrahim al-Syajari diawal abad ke-3 H di zaman Bani Abbas. Dalam beberapa kamus bahasa Arab disebutkan, “anna al-sulusiyya min al-khuttut huwa al-galiz al-huruf” (sepertiga dari khat adalah huruf yang sulit).

9.      Khat Tsulus Jali
Jali artinya wadih (jelas). Kejelasan dalam hal ini terletak pada lebar anatomi hurufnya yang lebih dominan daripada jaraknya, dibandingkan dengan jarak yang lebih dominan daripada lebar anatomi hurufnya dalam Tsulus ‘Adi. Dengan demikian, dalam Tsulus Jali akan tampak dengan jelas komposisi huruf yang bertumpuk memadati ruang media yang ditulis. Khat ini banyak digunakan untuk menulis judul-judul dan media seni yang permanen.

10.   Khat Tsulus Mahbuk
Mahbuk artinya terstruktur atau tersusun rapi, yang diukur menurut keindahan pembagian (husn al-tawzi’) dan aturan komposisi (ihkam al-tartib). Keindahan pembagian dicirikan dengan tidak adanya kelompok huruf yang bertumpuk di satu tempat sementara tempat lain terlalu kosong sehingga mendorong khatta memperbanyak dan mengisinya dengan syakal dan hiasan untuk mensari keseimbangan. Sedangkan aturan komposisi adalah ketepatan memposisikan kata, huruf, dan titik di tempat-tempat yang strategis.

11.  Khat Tsulus Muta’assir bil Rasm
Beberapa khattat atau kaligrafer berusaha menggubah aksara Arab kepada bentuk visual yang bisa berbicara biar lebih bervariasi sekaligus untuk menyeimbangkan antara ketaatan terhadap ajaran agama dengan kesenangan menggambar, karena dalam Islam visualisasi makhluk hidup secara jelas berlawanan dengan semangat dakwah agama tersebut untuk selalu menjaga ketauhidan dan menjauhi kesyirikan. Potensi huruf Arab yang sangat lentur dan mudah dibentuk mendorong para khattat menciptakan gambar-gambar simbol yang mengungkap kalimat-kalimat suci dan tauhid, sehingga kaligrafi diolah menjadi sarana menggambar yang terbebas dari visualisasi makhluk hidup secara terang-terangan. Khat yang dipengaruhi gambar ini akhirnya diterima dan populer di kalangan seniman muslim. Banyak ragam dan variasi aliran khat ini, yang secara bebas mengambil pola figural atau simbolik berupa gambar manusia, binatang, tumbuhan dan benda-benda.

12.  Khat Tsulus Handasi
Gaya ini merupakan Tsulus yang menyusun huruf dan kata secara geometris (handasi) dan indah berdasarkan rasa seni, sehingga menjadi dasar kekompakan, keserasian, dan penyatuan sebuah karya.

13.  Khat Tsulus Mutanazhir 
     Mutanazhir artinya saling memantul. Dinamakan pula khat Tsulus Mir’at (cermin), dimana yang berada disamping kanan memantul ke samping kirinya, sehingga seolah diantara dua sisi tersebut ada cermin. Khat ini dinamakan juga dengan gaya Ma’kus (memantul), musanna (AC-DC atau dua dimensi), dan ‘Aynali (saling tatap). Gaya ini tidak terlepas dari pengaruh kebudayaan muslim yang saling berbalas kebaikan dalam kehidupan sehari-hari seperti memberi salam dan menjawabnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Follow This Page


Labels

Social Icons

Followers

Blog Archive